Serba-serbi HAB ke-77,  Baju Adat Bali dan Yogyakarta terpilih menjadi The Best Costum

Purbalingga-Kerukunan Umat Untuk Indonesia Hebat, tema ini melatarbelakangi diselenggarakannya Upacara Peringatan HAB Kemenag RI ke-77 dengan menggunakan baju adat nasional bagi seluruh peserta upacara. Seperti halnya yang dilakukan oleh Kankemenag Kabupaten Purbalingga dalam menindaklanjuti aturan yang diluncurkan oleh Kemenag Pusat tersebut, Selasa (3/01/2023). Kurang lebih 1000 orang PNS dan 3000 orang Non PNS menegnakan baju adat yang menjadi kekayaan budaya nusantara. Ada yang mengenakan baju adat Jawa, Sumatera, Lampung, Bali, Sulawesi, Madura, Papua dan masih banyak lagi. Inilah kali pertama selama kurun waktu 77 tahun Upacara HAB mengenakan baju adat. Tahun – tahun sebelumnya mengenakan baju KORPRI, seragam identitas abu-abu dan hitam putih lengkap dengan id card kedinasan.

Sebagai wujud apresiasi kepada peserta, panitia upacara mempersiapkan dewan juri yang bertugas menilai kostum peserta. Dewan juri adalah Rofita Baroroh, Ari Yusniatun dan Noor Cahyo Edi Pranowo, ketiganya adalah staf Subbag TU. Sedangkan juri satunya adalah Desi Sukohartarto, staf seksi PHU Kankemenag Kabupaten Purbalingga.

Rofita mengatakan bahwa kriteria penilaian meliputi kesesuaian tema baju adat.

“ Jadi yang pakaiannya paling lengkap. Dari pakaian, accessories sampai sandal. Ada yang lengkap, tapi memakai  sepatu dan masih mengenakan atribut Korpri. Ini ‘kan tidak cocok dan sayang sekali”, ungkapnya.

Dewan juri mengaku kesulitan memilih Sang Juara, karena banyak yang bagus, lengkap, cantik, ganteng dan luwes.

“Kami foto masing-masing finalis dan kami pertimbangkan, peserta yang layak menjadi juara. Akhirnya kami memutuskan Juara The Best Costum putranya atas nama Triono dan juara putrinya Sugeng Nur Khajifah”, jelas Rofita yang merupakan Perencana Muda di Kankemenag Purbalingga ini.

Naik becak

Sugeng Nur Khajifah, guru MTs Ma’arif NU 08 Panican Kecamatan kemangkon terpilih sebagai juara putri The Best Costum. Ia mengenakan kostum adat Bali dengan warna merah menyala. Lengkap dengan asesoris kepala, bros dan selendang kuning yang menambah paripurna penampilannya. Baju adat Bali dia sewa dari salah satu salon di Purbalingga. Nunung, panggilan akrabnya, mengaku sangat suka dengan kesenian Bali termasuk baju adatnya.

“Awalnya saya  berencana pakai baju Papua, tapi karena bahannya panas dan warnanya hitam, akhirnya dicancel dan diganti baju adat Bali. Apalagi saya sangat suka dengan baju adat Bali, lebih anggun”, ujar guru cantik ini.

Gadis cantik dengan tinggai 158 cm dan berat badan 43 ini merias wajahnya di salon mulai pukul 05.25. Uniknya, dari salon menuju alun-alun Purbalingga naik becak bersama salah satu rekan guru, Bu Farah.

“Pertamanya saya mau dibonceng beliau naik motor, tapi dikarenakan rok yang dipakai lumayan ketat membuat Bu Farah  takut dan akhirnya saya berinisiatif naik becak bersama beliau. Kejadian lucu berikutnya adalah ketika  sudah dapat becak dan ketika saya mau naik, ternyata ukuran becak itu lumayan pendek untuk ukuran tinggi mahkota saya. Jadi dari sepanjang jalan itu, kepala saya diluar karena tingginya mahkota yang dipakai dan pendeknya ukuran becak tersebut”, cerita gadis berkulit terang ini membuat Humas tersenyum geli namun salut dengan perjuangan Nunung.

“Sepanjang jalan banyak yang lihat”, ujar gadis kelahiran 7 Mei 1996 ini terkekeh.

Nunung juga berpesan ke tukang becaknya agar jangan ngebut.

“Takut mahkota dan bulu mata palsunya lepas”, ujarnya lagi sambil tertawa renyah.

Nunung juga mengaku terkejut saat dinyatakan sebagai Juara Putri The Best Custom.

“Saya terkejut, tidak menyangka akan terpilih, karena peserta yang lain juga unik, bagus-bagus banget, luwes dan kewes”, tuturnya seraya memuji peserta lain.

Teman-teman  Nunung pun banyak yang berkomentar, ada yang mengatakan manglingi dan cantik.

“Entah karena bajunya atau mahkotanya saya juga tidak tahu. Soalnya ketika saya ngaca, muka juga biasa-biasa saja dan malah hasil makeupnya lumayan medok.  Saya juga kalau foto pedenya pakai masker dan lihat kebawah”, katanya merendah.

Nunung pun bersyukur di HAB ke-77 ini dia mendapat hadiah.

“Alhamdulillah bisa buat bayar makeup nya malah. Terima kasih kepada panita dan selamat HAB ke-77 untuk seluruh ASN kankemenag Purbalingga”, ujarnya bersyukur.

Sama halnya dengan Triono, Sang Juara Putra The Best Costum. Guru di MI Muhammadiyah Kembaran Wetan Kecamatan Kaligondang ini juga tidak menyangka akan terpilih sebagai juaranya.

Ia mengenakan baju adat Yogyakarta dengan baju beskap warna gelap, kain jarik, blangkon, keris, bros berantai dan selop.

“Kemarin Pak Patna pulang ke Jogja, kembali ke Purbalingga sambil membawa baju adatnya sejumlah 13  set yang dipinjamkan ke guru di wilayah kecamatan Kaligondang. Beliau adalah Ketua KKM Kec. Kaligondang”, kata guru TMT per 1 Januari 2007 ini.

“Sebetulnya yang memakai  baju adat Yogyakarta  tidak hanya saya tapi ada sekitar 13 guru madrasah wilayah kecamatan Kaligondang”, tutur pria kelahiran 2 Agustus 1981 ini.

Menurutnya, Pak Patna adalah sosok pimpinan yang sangat mengutamakan kekompakkan para anggotanya.

“Untuk guru putri pun kemarin titip dibelikan oleh Pak Patna di Yogyakarta. Kami pun menyewa dengan harga yang sangat terjangkau, Rp. 50.000. Daripada ke Yogya sendiri kan ongkosnya bisa lebih. Apalagi dengan waktu yang sangat mendesak, karena kita baru dapat informasi ralat kostum upacara itu pada hari Sabtu siang tanggal 31 Desember”, ungkapnya.

“Terima kasih atas apresiasinya, semoga Kankemenag Purbalingga semakin hebat”, pungkasnya. (sl)

Sri Lestari

Translate »