Edisi 59, oleh : Hj. Ani Mufarokhakh, S. Ag. (Kasi Penyelenggaraan Haji dan Umrah)
Perubahan itu satu hal yang pasti dalam hidup, tapi bukan berarti selalu mudah dijalani. Begitulah rasanya ketika kami—para insan Penyelenggara Haji dan Umrah (PHU)—mendengar bahwa urusan haji dan umrah akan bertransformasi, berpindah naungan dari Kementerian Agama (Kemenag) ke Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj), sebagaimana diamanatkan oleh regulasi baru yang tengah digulirkan pemerintah. Sebagai seseorang yang telah lama tumbuh dan berproses di bawah atap besar Kemenag, kabar ini seperti menyentil ruang batin. Ada haru, ada getar, ada sesuatu yang terasa tertinggal di belakang—seperti anak yang akan meninggalkan rumah ibunya untuk menjalani tugas baru.
Kemenag adalah rumah tempat kami belajar makna pelayanan umat. Ia bukan sekadar instansi. Ia adalah ibu kandung yang menumbuhkan nilai keikhlasan, kebersamaan, dan cinta pengabdian. Namun di sisi lain, kami tahu tamu-tamu Allah menunggu. Jutaan jemaah haji dan umrah memerlukan sistem pelayanan yang makin profesional, terintegrasi, dan berorientasi penuh pada
kenyamanan mereka.
Pemerintah ingin menghadirkan lembaga yang lebih fokus—dan di situlah Kemenhaj hadir, membawa semangat baru untuk menjawab tantangan zaman. Di titik inilah, hati kami berada di persimpangan. Antara irisan luka karena harus berpisah dengan tempat kami tumbuh, dan integritas untuk tetap melayani umat sebaik-baiknya. Kami tidak ingin terseret nostalgia hingga melupakan amanah. Justru, rasa kehilangan itu menjadi pengingat bahwa apa pun wadahnya, hakikat pelayanan tetaplah ibadah. Saya pribadi—sebagai Kepala Seksi PHU—memilih untuk memaknai perpindahan ini bukan sebagai perpisahan, melainkan perluasan ladang pengabdian.
Dari ibu kandung ke rumah baru, dari Kemenag ke Kemenhaj, nilai-nilai yang kami bawa tetap sama: melayani tamu Allah dengan
sepenuh hati. Semoga langkah ini membawa berkah bagi jamaah, kemajuan bagi bangsa, dan ketenangan bagi kami yang meniti jalan baru dengan niat yang sama, LILLAHI TA’ALA. Kemenag akan selalu menjadi rumah pertama kami. Tapi jika hari ini kami harus berlayar ke dermaga baru, kami percaya, angin yang meniup layar itu pun berasal dari kasih sayang Sang Ibu.