Edisi 52, oleh Rahel Cynthia Hutagalung (Penyuluh Agama Kristen Kankemenag Kabupaten Purbalingga)
Ada sesuatu yang saat ini tumbuh di sekitar kita. Ia tersenyum seperti lelucon dan berangsur menjadi kebiasaan, lalu berkembang membuat semua orang menganggap “WAJAR”. Apa itu kata wajar pada artikel ini adalah bullying yang dinormalisasi. Baru–baru ini publik dibuat heboh dengan kasus perundungan yang menimpa beberapa orang bukan hanya dari kalangan anak–anak melainkan hingga kaum dewasa.
Mungkin kita sering mendengar atau memperkatakan :
“Bercanda kok!”,
“Ini guyon loh jangan baperlah”,
“Kita kan deket, Santai aja dong”, dan lain – lain.
Setelah memperkatakan seperti itu dibarengin dengan tawa seakan semua itu normal apa yang dilakukan atau diperkatakan. Pelaku tertawa , penonton ikut tertawa juga dan korban berpura – pura tertawa menerima walaupun dalam batinnya terluka.
Normalisasi Bullying saat ini seperti meletakkan bom waktu yang bisa mengakibatkan menurunnya rasa percaya diri sedikit demi sedikit , menanamkan trauma , menciptakan budaya saling menjatuhkan dan paling parahnya menghilangkan empati dalam diri manusia. Luka batin yang dirasaan seseorang korban bullying ini tidak terlihat di luar seketika, namun jika tidak segera dipulihkan dan tertanam dalam batin, bukan sembuh dari luka batinnya melainkan rasa putus asa, tidak berharga sampai bisa mengakhiri hidupnya sendiri. Banyak kasus bullying yang mengakibatkan korban mengakhiri hidupnya sendiri karena merasa buat apa hidup jika hidupnya tidak diterima atau tidak beharga.
Mari kita saat ini dengan sadar dan mau ikut terlibat untuk mengubah standar sosial. Mari kita menjadi agen perubahan sosial dengan menganti sebuah hinaan kalahkan dengan pujian , sebuah ejekan kalahkan dengan empati dan menghormati sesama manusia sebagai tren gaya hidup yang harus kita pilih. Setiap manusia adalah karya Tuhan yang tidak boleh dirusak dengan perkataan dan perlaku yang kejam, semua manusia berhak merasa aman dan menjadi dirinya sendiri.
Bullying itu bukan tradisi, bukan budaya, dan bukan candaan. Jika ada yang bilang itu hal biasa maka mulai saat ini kita hentikan normalisasi hal yang biasa itu. Mari kita menghormati sesama manusia dan mengasihi lebih lagi. Stop Normalisasi Bullying!!!