Resiko Perkawinan Usia Muda
Islam tidaklah menentukan secara mutlak batas usia bagi seseorang yang belum menikah untuk segera menikah. Namun demikian, bila kita menghayati bunyi hadits yang artinya, menyebutkan : ” Bila kamu telah mampu untuk menikah, maka menikah “. Jadi, batas usia untuk segera menikah itu apabila telah merasa mampu. Pengertian mampu adalah meliputi beberapa aspek, yaitu, fisik, mental maupun sosial ekonomi.Resiko perkawinan usia muda berkaitan dengan beberapa segi, yaitu :
Segi fisik
Dilihat dari segi fisik, pasangan usia muda belum mampu dibebani suatu pekerjaan yang memerlukan ketrampilan fisik, untuk mendatangkan penghasilan baginya, dan mencukupi kebutuhan keluarganya. Faktor ekonomi adalah salah satu faktor yang berperan dalam mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan rumah tangga. Generasi muda tidak boleh bersepekulasi apa kata nanti, utamanya bagi laki-laki, rasa ketergantungan kepada orang tua harus dihindari.
Segi mental
Dilihat dari segi mental, pasangan usia muda belum siap bertanggung jawab secara mora moral, pada setiap apa saja yang merupakan tanggung jawabnya. Mereka sering mengalami kegoncangan mental, karena masih memiliki mental yang labil dan belum matang emosional.
Segi kesehatan
Dilihat dari kesehatan, pasangan usia muda dapat berpengaruh pada tingginya angka kematian ibu yang melahirkan, kematian bayi serta berpengaruh pada rendahnya derajat kesehatan ibu dan anak.
Segi kelangsungan rumah tangga
Dilihat dari segi kelangsungan rumah tangga, pasangan usia muda adalah perkawinan yang masih rawan dan belum setabil, tingkat kemandiriannya masih rendah, serta menyebabkan banyak terjadinya perceraian. Refrensi Buku pengetahuan nikah talak dan rujuk.
Diantara beberapa hukum perundang-undangan, semua fokus bahasan diatahkan kepada UU No. 1 Tahun 1974, karena hukum materiil perkawinan keseluruhannya terdapat dalam UU ini.
Dalam asas dan prinsip perkawinan, Undang-Undang menganut prinsip, bahwa calon suami istri itu harus telah masuk jiwa raganya untuk dapat melangsungkan per-kawinan, agar supaya dapat diwujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat. Refrensi Buku Hukum perkawinan islam di Indonesia
(Bimas Islam PAI Bid.Keluarga Sakinah/FauzanGino)