Purbalingga-Kantor Kementerian Agama Kabupaten Purbalingga terus menerus berupaya agar selalu ada peningkatan dalam pelaksanaan pelayanan haji dan umroh di Kabupaten Purbalingga. Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Purbalingga, H. Karsono saat membuka Rapat Koordinasi dan Pembinaan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umroh (PPIU) dan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK), Kamis (11/11) di Aula 2 yang diikuti oleh sebanyak 4 PPIU/PIHK yang masing-masing mengirimkan 2 orang peserta.
“Kemenag harus bisa mewujudkan bagaimana calon jemaah haji maupun calon jemaah umroh menjadi jemaah yang mandiri. Dalam pengertian kemandirian baik dari sisi perjalanannya, sisi kesehatannya maupun sisi kemampuannya di dalam melaksanakan ibadah haji dan umroh”, tandasnya.
Tentu untuk menuju ke arah itu, H. Karsono menegaskan bahwa harus ada upaya-upaya. Pihaknya tidak mungkin mengupayakakn sendiri, tetapi harus dilaksanakan bersama stakeholder, salah satunya Pimpinan cabang PPIU maupun PIHK. Ia berharap untuk sering duduk bersama saling koordinasi, sharing dan bertukar informasi demi kemanfaatan dan peningkatan pelayanan publik, yakni calon jemaah haji dan umroh.
“PHU, KBIH, PPIU dan PIHK harus menjadi satu keluarga, bersinergi mencapai tujuan meningkatkan pelayanan optimal untuk calon jemaah haji dan umroh”,katanya.
Menurutnya, masing-masing pihak membutuhkan informasi. Kemenag butuh informasi dari PPIU, begitu juga PPIU butuh informasi dari Kemenag.
“Kita tidak ingin kejadian di daerah lain menimpa di kabupaten kita. Untuk itu, kami sambut dengan gembira dan setuju saat teman-teman mendirikan PPIU/PIHK Cabang Purbalingga”, ungkapnya.
Hal ini akan memudahkan warga Purbalingga dalam hal pendaftaran umroh. Karena jelas dari sisi pertanggungjawbannya dan jika ada sesuatu konfirmasinya pun mudah.
“Alhamdulilah PPIU dan PIHK menjadi solusi dari problem kami dalam mengoptimalkan pelayanan untuk para calon jemaah haji dan umroh”, katanya.
Jaga semangat, menunggu regulasi
Sementara itu, Kepala Seksi Penyelenggara Haji dan Umroh, Hj. Khamimah mengajak para pimpinan PPIU/PIHK untuk tetap menjaga semangat dalam melayani calon jemaah haji dan umroh.
“Meski pandemi belum berakhir, kami berharap Bapak Ibu tetap semangat. Ada calon jemaah umroh yang sudah mendaftar ke PPIU sempat tertunda keberangkatnnya bahkan ada yang sudah siap berangkat kemudian dibatalkan keberangkatannya. Bapak Ibu harus tetap semangat”, harapnya.
Khamimah melanjutkan, semoga lampu hijau dari pemerintah terkait pembukaan umroh. Pemerintah Arab Saudi sudah mengizinkan Indonesia untuk memberangkatkan calon jemaah umroh.
“Kita tinggal menunggu regulasi dari Kementerian Agama yang sedang berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait. Karena kita tidak dapat menentukan sendiri, disebabkan pelaksanaan haji dan umroh dilaksanakan di negeri orang, bukan di negeri kita”,ungkapnya.
Didalam pelaksanaan tidak hanya sekedar izin saja tetapi berbagai perangkat perlengkapan. Agar saat diberangkatkan calon jemaah aman dan nyaman. Hal inilah yang sedang dibahas oleh pemerintah, yakni Kementerian Agama dengan Menlu, Menkes dan pihak-pihak terkait.
Pembatalan Keberangkatan Haji
Hadir sebagai pemateri, Kasubdit Perizinan, Akreditasi dan Bina PPIU Dirjen PHU kemenag RI, H. Rudi Nurudin. Ia mengungkapkan bahwa pembatalan keberangkatan haji pada tahun 1442 H banyak menimbulkan kontorversi.
“Ada banyak pihak yang cenderung menyalahkan Kementerian Agama. Kemenag dituduh tidak punya uang, banyak hutang dan sebagainya”, tutur ASN yang mengawali karir sebagai CPNS di Kankemenag Kabupaten Purbalingga ini.
Rudi mengungkapakn, bicara tentang pembatalan keberangkatan haji dan umroh tentu ada berbagai alasan.
Alasan pertama adanya faktor pandemi. Pemerintah Indonesia berhak melindungi warganya demi kesehatan dan keselamatan jiwa. Begitupun pemerintah Arab Saudi, mereka berhak melindungi warganya.
“Saat awal pandemi, saya sedang berada disana. Kondisi di Arab Saudi tidak lebih baik dari Indonesia”, kisahnya.
Alasan berikutnya adalah pada saat itu pemerintah Arab Saudi belum mengundang.
“Jadi sebelum pelaksanaan ibadah haji harus ada penandatanganan MOU antara pemerintah Arab Saudi dengan negara yang akan memberangkatkan warganya untuk berhaji. Untuk Indonesia diwakili oleh Menteri Agama, sedangkan penandatanganan MOU di akhir tahun. Disitu teknis pelaksanaan ibadah haji dituangkan, termasuk kuotanya berapa dan sebagainya”,jelasnya.
Alasan selanjutnya pemerintah Arab Saudi belum membuka akses pelayanan.
“Orang yang tidak paham pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji tidak mengetahui bagaimana susahnya. Jemaah umroh saja yang hanya segelintir orang urusannya susah. Butuh waktu banyak untuk persiapan. Apalagi jemaah haji yang jumlahnya 221 ribu jemaah, pasti lebih susah”, tutur Rudi yang pernah menjabat sebagai Kasubdit Akomodasi Haji.
“Pengalaman kami selama di Kasubdit Akomodasi, seluruh akomodasi dan transportasi haji adalah tugas kami. Butuh waktu 3 bulan lamanya disana sebelum pelaksanaan. Kemudian Menag, Menkes, Menko datang untuk melihat persiapan yang telah kami lakukan. Dari awal hingga akhir kurang lebih 7 bulan tinggal di Arab Saudi”, katanya mengisahkan. (sl)
Publisher : sri lestari