Edisi 36, oleh Torik Jahidin, S.Pd.I., M.Pd.I. (Pengawas Madrasah Kankemenag Kabupaten Purbalingga)
Kementerian Agama Republik Indonesia kembali menegaskan komitmennya dalam menciptakan pendidikan yang holistik dan berkarakter melalui peluncuran Kurikulum Berbasis Cinta. Kurikulum ini lebih dari sekadar inovasi pendidikan; ia merupakan gerakan moral yang berlandaskan pada nilai-nilai kasih, perhatian, dan tanggung jawab terhadap orang lain serta lingkungan. Di tengah krisis lingkungan global, perubahan iklim, pencemaran, dan hilangnya keanekaragaman hayati Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) hadir sebagai langkah strategis untuk menyelamatkan bumi melalui pendidikan yang menumbuhkan cinta, bukan hanya pengetahuan.
Kurikulum Berbasis Cinta muncul sebagai representasi konkret dari usaha Kementerian Agama dalam mendukung penerapan Asta Protas Menteri Agama, terutama dalam aspek penguatan ekoteologi dan juga implementasi dari layanan berdampak Kementrian Agama Purbalingga Ecogreen/ Eco Office. Dengan pendekatan ini, proses pendidikan tidak hanya fokus pada aspek kognitif, tetapi juga membentuk rasa cinta dan tanggung jawab terhadap alam sebagai bagian dari keyakinan dan pengabdian kepada Tuhan. Kurikulum ini mengajak peserta didik untuk melihat lingkungan sebagai titipan Ilahi yang perlu dipelihara dan dilestarikan, sehingga nilai-nilai spiritual, moral, dan ekologis bersatu dalam satu kesatuan yang utuh. Dengan demikian, pendidikan yang berakar pada cinta menjadi sarana untuk menciptakan generasi berkarakter ekologis yang menyadari bahwa mencintai Tuhan juga berarti mencintai makhluk-Nya.

Landasan Filosofis: Cinta Sebagai Inti Pendidikan
Kementerian Agama berpendapat bahwa kasih adalah landasan dari semua ajaran agama. Dalam Islam, cinta merupakan inti dari akhlak yang baik, seperti yang ditunjukkan oleh Nabi Muhammad SAW yang membawa kasih sayang untuk semua makhluk (rahmatan lil ‘alamin). Dengan semangat tersebut, Kurikulum Berbasis Cinta dikembangkan untuk menggabungkan nilai-nilai kasih, empati, dan kepedulian lingkungan dalam setiap kegiatan pembelajaran di madrasah. Pendidikan bukan hanya sekedar penyaluran pengetahuan, tetapi juga perubahan jiwa dan sikap
Lima Panca Cinta Sarana Internalisasi KBC
- Cinta Allah dan Rasul-Nya: Fondasi spiritual dan akhlak mulia; peserta didik menyadari keberadaan dan kasih sayang Ilahi dan meneladani akhlak Nabi.
- Cinta Ilmu: Menumbuhkan semangat belajar sepanjang hayat, menghargai pengetahuan sebagai cahaya peradaban, menghormati ahli ilmu, dan mencari ilmu sebagai ibadah.
- Cinta Diri dan Sesama: Menghargai potensi dan menjaga diri, serta membina hubungan sosial yang positif, empatik, dan penuh kasih.
- Cinta Lingkungan: Menanamkan kesadaran dan kepedulian terhadap bumi dan makhluk hidup sebagai bagian dari kesatuan cinta Tuhan, melatih tanggung jawab ekologis dan gaya hidup berkelanjutan.
- Cinta Tanah Air: Membangun kesadaran kebangsaan, menghargai keberagaman Indonesia, dan mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila.
Cinta Sebagai Upaya Menyelamatkan Lingkungan
Salah satu fokus utama dari Kurikulum Berbasis Cinta adalah kepedulian terhadap kelestarian lingkungan. Krisis iklim, pencemaran, dan eksploitasi sumber daya alam disebabkan oleh hilangnya rasa cinta manusia terhadap bumi. Melalui kurikulum ini, Kementerian Agama mengajak guru dan siswa untuk memandang alam sebagai bagian dari diri manusia, bukan sekadar objek yang dimanfaatkan.
Pendekatan ini mengajarkan bahwa menjaga kebersihan, menanam pohon, menghemat energi, dan mengelola sampah bukan hanya kewajiban sosial, tetapi juga bentuk ibadah dan wujud rasa cinta kepada ciptaan Allah. Dengan demikian, pendidikan lingkungan tidak hanya menjadi materi tambahan, tetapi melekat dalam seluruh dimensi kurikulum—baik pada mata pelajaran umum maupun keagamaan.
Implementasi di Madrasah
Kementerian Agama mendorong seluruh madrasah untuk menerapkan Kurikulum Berbasis Cinta secara kontekstual dan kreatif. Guru-guru didorong menjadi agen perubahan yang menanamkan nilai cinta terhadap alam melalui pembelajaran aktif dan reflektif. Misalnya:
- Dalam pelajaran Al-Qur’an Hadis, siswa diajak menafsirkan ayat-ayat tentang tanggung jawab manusia sebagai khalifah fil ardh.
- Dalam pelajaran IPA, siswa melakukan proyek lingkungan seperti daur ulang, konservasi air, dan penghijauan madrasah.
- Dalam pelajaran PPKn dan Akidah Akhlak, siswa dibimbing untuk memahami etika ekologis sebagai bagian dari akhlak mulia.
- Dalam Pelajaran fikih, siswa diajak bagaimana cara hemat air dalam berwudu
Kegiatan nyata seperti Gerakan Madrasah Hijau, Eco Pesantren, dan Bank Sampah Madrasah menjadi bukti nyata penerapan nilai cinta dalam tindakan.
Peran Pengawas Madrasah
Pengawas madrasah memiliki peran strategis dalam implementasi Kurikulum Berbasis Cinta, terutama sebagai penggerak, pembimbing, dan penjamin mutu pelaksanaannya di satuan pendidikan. Pengawas berperan memastikan bahwa nilai-nilai cinta terhadap Tuhan, sesama, dan alam semesta benar-benar terintegrasi dalam setiap proses pembelajaran. Melalui supervisi akademik dan manajerial, pengawas membantu guru memahami esensi kurikulum ini, membimbing dalam penyusunan perangkat ajar yang menumbuhkan kepedulian dan empati, serta mendorong terciptanya budaya madrasah yang ramah lingkungan dan berkeadaban spiritual. Selain itu, pengawas juga berperan sebagai jembatan antara kebijakan Kementerian Agama dan pelaksana di lapangan, memastikan bahwa semangat cinta dalam pendidikan benar-benar hidup dan membumi dalam praktik nyata di madrasah.
Peluncuran Kurikulum Berbasis Cinta oleh Kementerian Agama merupakan langkah revolusioner dalam dunia pendidikan Indonesia. Kurikulum ini tidak hanya menekankan kecerdasan intelektual, tetapi juga membangun kepekaan spiritual dan sosial terhadap lingkungan. Cinta menjadi fondasi utama dalam membentuk generasi yang beriman, berilmu, dan beraksi nyata untuk menyelamatkan bumi. Karena dengan cinta, manusia akan kembali menghargai kehidupan dan menjaga bumi sebagai titipan dari Sang Pencipta.