Edisi 26, oleh Timbul Wahyudi, S.Pd.I. (Staf KUA Karangjambu)
Sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), khususnya yang bertugas di Kantor Urusan Agama (KUA), keberadaan kita bukan sekadar menjalankan aturan birokrasi. Lebih dari itu, ASN dituntut untuk menghadirkan pelayanan yang ramah, humanis, dan inovatif agar masyarakat benar-benar merasakan manfaat dari layanan pemerintah. Setiap masyarakat yang datang ke KUA membawa harapan, baik untuk pencatatan pernikahan, bimbingan keluarga, maupun urusan keagamaan lainnya. Di sinilah peran ASN menjadi penting: bagaimana menghadirkan pelayanan yang nyaman, sederhana, dan penuh makna.
ASN yang humanis ibarat seorang barista. Ia mampu meracik pelayanan dengan rasa yang pas—tidak hambar, tidak pula getir. Pelayanan yang diberikan tidak sekadar mengikuti prosedur, melainkan menghadirkan pengalaman yang menyenangkan. Senyum tulus, sapaan hangat, serta kesediaan mendengarkan dengan empati sering kali lebih membekas daripada sederet berkas atau tanda tangan administrasi. Hal-hal kecil inilah yang menjadi bumbu penting dalam pelayanan publik.

Inovasi dalam pelayanan ASN tidak selalu berarti menghadirkan teknologi canggih atau aplikasi berlapis. Inovasi bisa berupa langkah sederhana, seperti memperbaiki alur pelayanan agar lebih cepat, menyediakan informasi yang mudah dipahami, atau menciptakan suasana ruang tunggu yang nyaman. Dengan begitu, birokrasi yang selama ini dianggap rumit dapat dinikmati masyarakat tanpa meninggalkan rasa pahit. Pelayanan yang sederhana, ramah, dan efektif justru akan menumbuhkan kepercayaan serta kedekatan dengan masyarakat.
Kehadiran ASN yang humanis di KUA juga mendukung misi besar Kementerian Agama dalam mewujudkan keluarga sakinah. Setiap pasangan yang datang untuk menikah tidak hanya dilayani secara administratif, tetapi juga mendapatkan bimbingan dan arahan yang menenteramkan. Hal ini penting agar pernikahan yang tercatat di KUA benar-benar menjadi awal kehidupan rumah tangga yang kokoh, selaras dengan ajaran agama, dan membawa kedamaian bagi keluarga maupun masyarakat luas.
Dengan menghadirkan pelayanan yang inovatif dan humanis, ASN KUA membuktikan bahwa birokrasi bukan sekadar aturan kaku, melainkan sarana untuk mendekatkan diri kepada masyarakat. Pelayanan yang baik adalah pelayanan yang meninggalkan kesan mendalam, sehingga masyarakat merasa dihargai, didengarkan, dan dilayani dengan sepenuh hati. Pada akhirnya, ASN yang humanis adalah wajah nyata dari pemerintahan yang hadir untuk melayani, bukan untuk dilayani.