Edisi 18, oleh Nia Melawati, S.Sy. (Penyuluh Agama Islam KUA Kertanegara)
Apakah Anda pernah mendapatkan nasihat dari seseorang atau bahkan Anda adalah orang yang pernah memberikan nasihat kepada seseorang? Ya, sebagai manusia yang tak lepas dari kesalahan ataupun kekhilafan, nasihat merupakan suatu kebutuhan bagi kita. Dalam Al-Qur’an, ayat yang menjelaskan pentingnya sebuah nasihat di antaranya adalah dalam Surat Al-‘Asr (1-3) yang berbunyi :
وَالْعَصْرِۙ اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ ࣖ
“Demi masa, sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh serta saling menasihati untuk kebenaran dan kesabaran.”
Salah satu tugas dan fungsi Penyuluh Agama Islam sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor 794 Tahun 2025 adalah melakukan bimbingan atau penyuluhan keagamaan dan pembangunan, yang mana tentunya tidak lepas dari nasihat-nasihat kegamaan yang disampaikan kepada masyarakat.
Menasihati orang lain seringkali menjadi hal yang mudah untuk dilakukan, tetapi belum tentu jika kita mendapatkan nasihat akan menerimanya dengan lapang. Padahal kita menyadari bahwa nasihat tersebut mengandung kebaikan untuk kita, tetapi karena dorongan nafsu ‘gengsi’ kita akhirnya cenderung menolak, reaktif, atau bahkan melawan.
Dalam hal ini, Imam Al-Ghazali memberikan tips agar kita bisa dengan lapang dada dalam menerima nasihat dari orang lain. Imam Al-Ghazali mengajak kita untuk mengubah cara pandang kita atas nasihat. Menurutnya, nasihat jangan dianggap sebagai pendiktean atau menggurui kita, anggap saja ia adalah suara yang mengingatkan bahwa ada hewan berbisa dibalik pakaian yang sedang kita pakai yang jelas akan membahayakan.
“Akhlak tercela adalah ular dan kalajengking berbisa yang menyengat. Kalau ada seseorang memberi tahu bahwa di balik pakaian kita terdapat kalajengking, niscaya kita akan menerimanya sebagai anugerah dan merasa senang dengan itu, lalu kita mulai menyingkirkan, menjauhkan, dan membunuh hewan berbisa tersebut,”
(Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr: 2018 M/1439 H-1440 H], juz III, halaman 69).
Di atas merupakan adab dalam menerima nasihat. Lalu bagaimana adab saat kita berperan sebagai pemberi nasihat?
Memberi nasihat kepada orang lain merupakan suatu amal kebaikan. Hal tersebut sejalan dengan perintah Allah SWT yang dijelaskan dalam Al-Qur’an surat An-Nahl (125) :
اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ
“Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik serta debatlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang paling tahu siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia (pula) yang paling tahu siapa yang mendapat petunjuk.”
Akan tetapi, walaupun menasihati merupakan perbuatan yang baik, bisa menjadi tidak baik jika dalam penyampaiannya tidak memperhatikan ada-adabnya. Lalu apa saja adab yang harus kita perhatikan saat memberikan nasihat kepada seseorang?
- Memberikan nasihat hendaknya dilakukan ketika sepi atau tidak ada orang lain.
Hal ini sangat penting untuk diperhatikan, sebab biasanya nasihat pasti kan berisi hal-hal negatif atau kurang baik dari seseorang yang kita beri nasihat tersebut. Dengan memberikan nasihat ketika sepi atau tidak ada orang lain maka akan menjaga nama baik orang tersebut sehingga kesalahannya atau keburukannya tidak tersebar secara luas. Maka, jika terpaksa melakukannya di depan umum karena situasi dan kondisi, nasihat tersebut harus disampaikan dengan kata-kata lemah lembut dan respek agar ia tidak merasa diadili di depan umum.
- Memberikan nasihat dengan bahasa yang lemah lembut dan santun.
Dalam memberikan nasihat hendaknya tidak secara langsung, tetapi melalui sindiran yang halus terlebih dahulu.
- Melakukan Tabayyun (memastikan kebenaran) terlebih dahulu sebelum menasihati.
Melakukan tabayyun (konfirmasi) kebenaran akan sebuah berita adalah hal yang sangat penting. Jangan sampai ketika kita memberikan nasihat kebenarannya masih simpang siur.
- Tidak Boleh Memaksa
Nasihat tidak boleh ada unsur paksaan. Sampaikan dengan ketulusan hati dan biarakan orang yang dinasehati merenung dan menerima dengan kesadaran sendiri.
- Mendoakan Hal-hal Baik
Setelah memberikan nasihat, maka alangkah lebih baik jika mendoakan juga untuk kebaikannya.
Penyuluh Agama merupakan salah satu tugas mulia. Kehadirannya di tengah masyarakat harus memberikan dampak nyata bagi revolusi mental dengan nasihat-nasihat maupun teladan-teladan yang baik. Ada sebuah quote menarik dari Gus Baha yang bisa dijadikan motivasi bagi Penyuluh Agama Islam dalam menjalankan tugas kepenyuluhannya, yaitu :
“ Nasihat tentang agama jangan saja menakut-nakuti orang dengan siksa dan neraka saja. Akan tetapi justru membutuhkan ilmu marketing yang menarik untuk mengajak menuju surga dengan cara yang nyaman dan riang gembira. Karena bisa jadi orang yang hidupnya sudah susah, akan menjadi tambah susah jika mendengarkan nasihat yang isinya menakut-nakuti.”
Pada akhirnya, sebaik-baik nasihat adalah yang lahir dari ketulusan, disampaikan dengan hikmah dan disertai dengan tindakan nyata. Inilah nasihat yang mampu menggetarkan hati, memperbaiki diri, dan menuntun pada jalan kebaikan.