Mutiara Hadis Edisi 07 : Memahami Bid'ah

Teks Hadits : 

 

 

عَنْ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ أُمِّ عَبْدِ اللهِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم : مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ  رَدٌّ.   ( رواه البخاري ومسلم وفي رواية لمسلم : مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ ) 

 

Terjemah hadits / ترجمة الحديث :

“Dari Ummul Mu’minin; Ummu Abdillah; Aisyah radhiallahuanha dia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Siapa yang mengada-ada dalam urusan (agama) kami ini yang bukan (berasal) darinya), maka dia tertolak. (Riwayat Bukhori dan Muslim), dalam riwayat Muslim disebutkan: siapa yang melakukan suatu perbuatan (ibadah) yang bukan urusan (agama) kami, maka dia tertolak”.

 

Pelajaran yang terdapat dalam hadits / الفوائد من الحديث :

Secara syara’, bid’ah adalah segala sesuatu yang dilakukan tanpa ada contoh sebelumnya. Semua amal atau perbuatan yang tidak disebutkan dalam perintah agama, kemuadian itu dianggap sebagai perintah agama, maka amal atau perbuatan tersebut ditolak. Hadis ini sharih (terang-terangan) menolak terhadap perbuatan bid’ah.

Menurut para ulama Ahlus Sunnah Wal-Jamaah, yang dimaksudkan bid’ah yang ditolak adalah bid’ah sayyiah. Pendapat ini disandarkan pada realita atau tataran praktisnya bahwa para sahabat Nabi SAW juga melakukan perbuatan yang tidak pernah ada sebelumnya ( semasa Rasulullah SAW). Beberapa hal tersebut misalnya, membukukan Al-Quran menjadi mushaf, jumlah adzan  (menjadi) dua kali pada saat menjelang sholat jumat, shalat tarawikh dikerjakan secara berjamaah selama sebulan penuh, dan masih banyak lagi hasil ijtihad para sahabat yang ternyata tidak pernah ada pada masa Rasulullah SAW. Keterangan ini sebagaimana dijelaskan oleh KH. Muhyiddin Abdussomad dalam buku Fiqh Tradisional.

Menurut Syaikh Ibnu ‘Abdis Salam, yang namanya bid’ah adalah setiap amal atau perbuatan yang belum pernah terjadi di zaman Rasulullah SAW. Adapun bid’ah itu terbagi menjadi lima (5) macam, yaitu:

1.   Bid’ah Wajibah (wajb), contohnya seperti mempelajari (ngaji) ilmu Nahwu, ilmu Sharaf yang bertujuan agar bisa memahami ilmu-ilmu syari’at. Dalam hal ini meski dianggap bid’ah tetapi justru wajib dilakukan. Contoh lain, seperti membukukan ayat-ayat Al-Qur’an. Di zaman Rasulullah ayat-ayat Al-Qur’an memang tidak dibukukan, tetapi ditulis di kulit binatang, batu yang tipis, pelepah kurma, tulang binatang dan sebagainya. 

2.  Bid’ah Muharramah (haram), seperti madzhab Qaddariyyah, madzhab Jabariyyah, dan Mmadzhab Jismiyyah.

3.  Bid’ah Mandubah (sunnah), Seperti membangun Pondok Pesantren, madrasah Diniyyah, Taman Pendidikan Al-Quran.

4.  Bid’ah Makruhah (makruh), seperti menghias Masjid. Tentu yang dimaksud dengan hiasan di sini adalah ornamen-ornamen yang tidak mengandung unsur dakwah. 

5.  Bid’ah Mubahah (boleh), Mbah Kyai Bisri Mustofa memberikan contoh bid’ah mubahah adalah membuat kajembaran (red. Bahasa jawa), dalam soal makanan, minuman dan pakaian. Contoh lain diantaranya adalah jabat tangan usai shalat, pergi haji dengan menggunakan pesawat terbang dan lain sebagainya.

Lima macam kategori bid’ah tersebut sangat penting untuk dipahami dan dijadikan pegangan bagi kaum Muslimin secara umum dalam melaksanakan ibadah di setiap harinya. Apabila kelima macam bid’ah ini dipahami, insya Allah tidak lagi timbul persoalan-persoalan seputar bid’ah yang sangat berpotensi mengancam kerukunan, persatuan dan kesatuan umat Islam, bangsa dan negara. 

*Rikin – PAI KUA Kecamatan Bobotsari

Referensi  : Kitab Arba’in Nawawi

(Bimas Islam-KA)

Translate ยป