Bulan Sya’ban merupakan salah satu bulan yang memiliki keistimewaan yang tudak dimiliki bulan-bulan lainnya. Bulan yang ke-delapan dalam kalender Hijriyah ini posisinya berada diantara dua bulan mulia yakni Rojab dan Ramadhan. Dengan posisi ini, sesungguhnya bulan Sya’ban menjadi saat yang tepat bagi kaum muslimin untuk bersiap menjemput bulan suci Ramadhan yang tentu telah dinantikan kehadirannya. Di bulan Sya’ban ini kita dapat melakukan warming up (pemanasan) dengan memperbanyak melaksanakan puasa sunah dan amalan sunah lainnya, sehingga tidak kaget ketika memasuki Ramadhan kita dihadapkan pada kewajiban berpuasa dan amalan sunah lainnya. Maka bagi umat muslim yang memahami hal ini,hadirnya bulan Sya’ban sejatinya dijadikan sebagai momentum untuk mulai mempersiapkan diri menjemput datangnya Ramadhan yang mulia.
Namun, bagi sebagian umat muslim yang belum memahami keutamaan dan hikmah yang terkandung di bulan Sya’ban ini, mereka justru menjadikan bulan Sya’ban ini sebagai ‘bulan pelampiasan’ atau ‘bulan aji mumpung’, sehingga muncul ungkapan “Mumpung belum Ramadhan, kita puas-puaskan, nanti kalau sudah masuk Ramadhan banyak hal yang tidak boleh dilakukan”atau ungkapan “Puasa sunah gak lah, nanti saja Ramadhan kan puasa penuh selama sebulan” dan kalimat-kalimat senada yang terkadang muncul di masyarakat awam sebagai bentuk betapa tertipunya kaum muslimin di bulan Sya'ban.
Maka pantaslah jika Rasulullah SAW mengungkapkan kondisi ini dalam salah satu haditsnya bahwa bulan Sya’ban merupakan bulan yang dilalaikan oleh kaum muslimin.
حَدَّثَنِي أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَمْ أَرَكَ تَصُومُ شَهْرًا مِنْ الشُّهُورِ مَا تَصُومُ مِنْ شَعْبَانَ
قَالَ: ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
Usamah bin Zaid telah menceritakan kepadaku, aku berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, saya tidak melihat engkau berpuasa di satu bulan melebihi puasamu di bulan Sya'ban.” Rasulullah menjawab, “Ini adalah bulan yang dilalaikan oleh kebanyakan manusia, yaitu antara bulan Rajab dan Ramadhan. Di bulan inilah amal perbuatan manusia diangkat kepada Rabb semesta alam. Karena itu aku ingin saat amalku diangkat kepada Allah, aku sedang berpuasa.” (HR. An Nasa’i No. 2221; Dinyatakan hasan oleh Al Albani; dishahihkan oleh Ibnu Huzaimah).
Dalam hadits tersebut, Rasulullah SAW menyatakan bahwa bulan Sya’ban ini sebagai bulan yang dilalaikan oleh kebanyakan manusia. Ia dilupakan karena letaknya berada di antara dua bulan yang menyedot perhatian umat Islam. Bulan Rajab yang sangat diperhatikan dan dimuliakan, karena ia merupakan salah satu dari empat bulan haram (arba’atun hurum), di bulan ini pun menjadi momentum kaum muslimin untuk mengingat kembali ke-Maha Besaran Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya (Rasulullah Muhammad SAW) melalui peristiwa bersejarah Isro Mi’raj yang sangat fenomenal. Begitu pun dengan bulan Ramadhan yang juga sangat dimuliakan dan dinantikan oleh kaum muslimin karena didalamnya terdapat kewajiban berpuasa dan peristiwa bersejarah Nuzulul-Qur’an serta berbagai keutamaan lain.
Tergambar jelas dalam hadits tersebut, betapa Rasulullah SAW sangat mengedepankan sikap Muroqobatulloh (sikap merasa selalu berada dalam pengawasan Allah SWT). Betapa luhurnya keinginan beliau untuk mempersembahkan amalan terbaik sebagai seorang hamba kepada Sang Kholiq. Beliau sangat berharap berada dalam kondisi sedang berpuasa ketika amal beliau diangkat untuk diserahkan kepada Allah SWT. Beliau ingin mengantarkan amalan kebaikannya menuju keharibaan Allah dalam kondisi terbaik, dalam kondisi tidaksedang bermaksiat,dimana hal ini dapat dicapai melalui puasa.
Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, “Dalam hadits tersebut terdapat dalil mengenai dianjurkannya melakukan amalan ketaatan di saat manusia lalai,dan inilah amalan yang dicintai di sisi Allah.” (Lathaif Al Ma’arif, hal. 235)
Asal Penamaan Bulan Sya’ban
Kata Sya’ban menurut Yahya bin Mu’adz mengandung lima hurufdimana masing-masing huruf merupakan singkatan anugrah Allah SWT kepada orang-orang yang beriman. Huruf ش kepanjangan kata شرف وشفاعة (kemuliaan dan pertolongan); Huruf ع kepanjangan kata عزة وكرامة(keperkasaan dan keutamaan); Huruf ب kepanjangan dari kata بـر (kebaikan); Huruf Alif (ا)kepanjangan dari kata الفة (rasa kasih sayang); dan Huruf ن kepanjangan dari kata نور (cahaya)”.
Nama Sya’ban diambil dari kata Sya’bun (شعب) yang artinya ‘kelompok / golongan’, atau ‘jalan di atas gunung’, maka Islam kemudian memamfaatkan bulan Sya’ban sebagai waktu untuk menemukan banyak jalan demi mencapai kebaikan. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW :
“Tahukah kamu sekalian, mengapa dinamakan bulan Sya’ban?Mereka menjawab : “Allah dan RasulNya maha mengetahui. Beliau pun bersabda : “Karena didalam bulan itu bercabanglah kebaikan yang banyak sekali”.
Ada beberapa alasan mengapa dinamakan dengan Sya’ban. Ada yang mengatakan karena pada bulan ini mereka hidup terpisah-pisah (تشعـب ) berada di gua-gua. Ada pula yang mengatakan kalau Sya’ban berasal dari kata sya’aba ( شعـب ) yang berarti ‘merekah’ atau ‘muncul dari kedalaman’, karena bulan Sya’ban yang berada di antara dua bulan yang dimuliakan yakni Rajab dan Ramadhan. Alasan lain disebut dengan bulan Sya’ban adalah karena pada bulan ini masyarakat Arab berpencar ( يتشا عـب ) untuk mencari sumber mata air, atau ada juga yang mengatakan mereka berpencar menjadi beberapa kelompok untuk melakukan peperangan. Dalam hal ini Al-Munawi mengatakan : “Bulan Rajab menurut masyarakat jahiliyah adalah bulan mulia, sehingga mereka tidak diperbolehkan melakukan peperangan. Ketika masuk bulan Sya’ban, baru mereka berpencar menuju ke berbagai peperangan.” (At-Tauqif a’laa Muhimmatit Ta’arif, Hal. 431)
Keistimewaan Bulan Sya’ban
Ada beberapa riwayat hadits yang mengungkapkan tentang keistimewaan yang ada di bulan Sya’ban. Dan beberapa hal yang biasa dilakukan Rasulullah SAW yang itu justru menjadi keistimewaan yang ada didalamnya, yaitu :
1. Bulan diangkatnya amal manusia menuju Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda,
وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ
“.. Di bulan inilah amal perbuatan manusia diangkat kepada Rabb semesta alam…” (HR. An-Nasa'I dan Imam Ahmad, dinilai hasan oleh Al-Albani)
2. Keistimewaan di pertengahan bulan Sya’ban (Nisfu Sya’ban).
Rasulullah SAW bersabda,
إِنَّ اللهُ لَيَطَّلِعُ فِيْ لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانِ، فَيَغْفِرُ لِجَمِيْعِ خَلْقِهِ إِلاَّ لِمُشْرِكٍ أَوْمُشَاحِنٍ
Sesungguhnya Allah memeriksa pada setiap malam nishfu Sya'ban. Lalu Dia mengampuni seluruh makhluk-Nya, kecuali yang berbuat syirik atau yang bertengkar dengan saudaranya. (HR Ibnu Majah, dinilai shahih oleh Al-Albani)
3. Peristiwa perpindahan qiblat kaum muslimin dari Baitul Maqdis di palestina ke Ka’bah di Mekkah al-Mukarromah, setelah cukup lama Rasulullah saw menanti-nanti datangnya peristiwa ini dengan harapan yang sangat tinggi, dimana setiap hari beliau tidak lupa menengadahkan wajahnya ke langit, menanti datangnya wahyu, sampai akhirnya Allah SWT menurunkan ayat-Nya surat Al-Baqoroh ayat 144 :
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِى السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكّ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ
وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِيْنَ أُوْتُوْا الْكِتَابِ لَيَعْلَمُوْنَ أَنَّهُ الْحَقَّ مِنْ رَّبِّهِمْ
وَمَا اللهُ بِغَافِلٍ عَمَّايَعْمَلُوْنَ
Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidilharam. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidilharam itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.
4. Memperbanyak puasa sunnah sebagai upaya menghidupkan sunah Rasul SAW.
Hadits Rasulullah SAW dari ‘Aisyah رضي الله عنها beliau berkata,
كَانَرَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُوْمُ حَتَّى نَقُوْلَلاَ يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُوْلَ لاَ يَصُوْمُ وَمَا رَأَيْتُرَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَشَهْرٍ قَطْ إِلاَّ رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ فِي شَهْرٍ أَكْثَرَ مِنْهُصِيَامً فِي شَعْبَانَ. (رواه مسلم)
“Rasulullah saw berpuasa hingga kami mengatakan beliau Saw tidak pernah berbuka, dan beliau berbuka hingga kami mengatakan bahwa beliau tidak pernah puasa. Namun Rasulullah saw tidak pernah berpuasa sebulan penuh, kecuali pada bulan Ramadhan. Dan aku tidak pernah melihat satu bulan yang paling banyak beliau berpuasa kecuali pada bulan Sya’ban.” (HR. Muslim)
Namun terdapat larangan di hari-hari akhir bulan Sya’ban sebagaimana hadits,
لاَيَتَقَدَّمَنَّ أَحَدُكُمْ رَمَضَانَ بِصَوْمٍ يَوْمٍ أُوْيَوْمَيْنِ، إَلاَّ أَنْ يَكُوْنَ رَجُلٌ كَانَ يَصُوْمُ صَوْمَهُ فَلْيَصُمْ
“Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan berpuasa sehari atau dua hari sebelumnya. Kecuali seseorang yang (memang seharusnya/biasanya) melakukan puasanya pada hari itu. Maka hendaklah ia berpuasa.” (HR Bukhari)
5. Memperbanyak Qiyamul–lail, khususnya pada malam pertengahan bulan Sya’ban.
Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah SAW,
Dari A'isyah r.a. berkata : “Suatu malam Rasulullah shalat, kemudian beliau bersujud panjang, sehingga aku menyangka bahwa Rasulullah telah diambil, karena curiga maka aku gerakkan telunjuk beliau dan ternyata masih bergerak. Selesai shalat beliau berkata: “Hai A'isyah engkau tidak dapat bagian?”. Lalu aku menjawab: “Tidak ya Rasulullah, aku hanya berfikiran yang tidak-tidak (menyangka Rasulullah telah tiada) karena engkau bersujud begitu lama”. Lalu beliau bertanya: “Tahukah engkau, malam apa ini ?“. “Rasulullah yang lebih tahu”, jawabku. “Malam ini adalah malam nisfu Sya'ban, Allah mengawasi hambanya pada malam ini, maka Ia memaafkan mereka yang meminta ampunan, memberi kasih sayang kepada mereka yang meminta kasih sayang dan menyingkirkan orang-orang yang dengki” (H.R. Baihaqi, menurut perawi hadis ini mursal karena ada rawi yang tidak bersambung ke sahabat, namun cukup kuat).
6. Melunasi hutang puasa, khususnya bagi wanita yang masih belum selesai mengqadha' puasa Ramadhan sebelumnya, sekaligus mengingatkan keluarga kita agar memanfaatkan Sya'ban bagi yang belum selesai meng-qadha puasanya. Aisyah رضي الله عنها berkata :
كَانَ يَكُونُ عَلَىَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِىَ إِلاَّ فِى شَعْبَانَ . قَالَ يَحْيَى الشُّغْلُ مِنَ النَّبِىِّ أَوْ بِالنَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم
“Aku punya hutang puasa Ramadan, aku tak dapat mengqadhanya kecuali di bulan Sya'ban, karena sibuk melayani Nabi SAW.” (HR Bukhari)
7. Memperbanyak ibadah dan amal kebaikan secara umum.
Dengan menggiatkan shalat sunah rawatib, qiyamullail, dhuha, tilawah Al-Qur'an, bersedekah, dan lain-lain. Mengingat bahwa bulan Sya'ban adalah bulan diangkatnya amal, maka alangkah baiknya ketika buku catatan amal diangkat menuju Allah SWT kita sedang berada dalam ketaatan.
Demikianlah sekelumit tentang keistimewaan bulan Sya’ban dan beberapa amaalan yang telah dicontohkan Rasulullah SAW yang justru banyak dilalaikan sebagian kaum muslimin. Marilah kita manfaatkan kesempatan yang Allah berikan dengan senantiasa meningkatkan kualitas keimanan dan memperbanyak amal sholeh apapun bentuknya, selain sebagai manifestasi pendekatan diri kepada Allah (taqarruban ilallah), juga dapat menjadi ajang warming up (pemanasan) dalam menjemput Ramadhan. Terlebih saat ini masih berada di situasi wabah covid-19, sejatinya sebagai orang beriman lebih berdisiplin dan istiqomah dalam menerapkan ‘Protokol Keimanan’ sebagai bentuk ikhtiar bathiniyah agar memperoleh kebaikan dari musibah yang terjadi, selain tentunya dengan memperhatikan ‘Protokol Kesehatan’ sebagai bentuk ikhtiar lahiriyah agar terhindar dari bahaya penularan virus covid-19.
Wallohu a’lam Bish-showwab…
*Penulis: Yuyu Yuniawati, S.Ag, – Penyuluh Agama Fungsional KUA Kecamatan Bojongsari, Mrebet, Kutasari
(Bimas Islam – KA)